Wednesday, October 12, 2011

SAHABAT SEJATIKU

Karya : Marisa
Kamu kenapa Ros? Kog cemberut saja hari ini? Tanya saya saat di lhatnya seharian itu di sekolah Rosi tidak seperti biasanya.
“ Tidak ada apa-apa “
“ Sungguh tidak ada apa-apa? Kalu ada yang kamu ceritakam aku siap mendengarkan kok. Aku kan sahabatmu, sahabat sejati selalu ada di saat kau suka ataupun duka “. Ucap tari. Rosi hanya tersenyum.
“ Mentang-mentang sekarang semakin jago menulis cerpen dan puisi kata-katamu menjadi dalam cerpen,” Celuk ningrum Tari tertawa, sebentar kemudian ia duduk di sebelah Rosi.
“ Aku Cuma lagi sedih, kenapa hidupku tidak seperti teman-teman yang lain. Tidak sepertimu, Rosi menopangkan tangannya di bawah dagu. Izza tentu saja menjadi terkejut.
“ Kenapa dengan hidupmu ?” tanya saya penasaran, Rosi menarik nafas. Ani sahabat yang baik, tidak ada salah bercerita pada sahabtnya itu.
“ Aku iri melihat teman-teman yang keluarganya lengkap, mempunyai ayah dan ibu, tidak seperti aku. Sejak aku kelas 3 SD aku di tinggal ayah kerja ke luar negeri, aku ingin merasakan bagaimana gembiranya mempunyai ayah. Pasti sangat menyenangkan, ada yang mengajariku PR, mengajakku jalan-jalan tiap hari libur “. Mata Rosi menerawang seakan membayangkan, aku mengelus-ngelus tangan Rosi.
“ Sudah jangan bersedih. Kata Ibulu Allah itu Maha Adil. Apa yang telah di berikan kepada kita itu adalah yang terbaik untuk kita. Bukankan hidup tampa ayah bisa hidup bahagia  pada ibumu ? ibumu sangat menyayangimu kan ?” aku mencoba menghibur. Izza memandang Rosi tak berkedip. Apa yang dikatakan Marisa itu benar, seharusnya ia tidak perlu bersedih apalagi menjadi anak yang paling sengsara di dunia ini. Bukankah dirinya mempunyai ibu yang baik hati dan sangat menyayangimu? Sebentar kemudian ia tersenyum sudah menghias bibir Rosi.
“ Terima kasih sa telah membuatku ingat, aku harus selalu bersyukur kepada Allah karena memberi ibu yang sangat menyayangiku. Ani menganggik, sahabat sejati selalu ada temanya disaat suka maupun duka “
“ Eh, Sa ! Anis tiba-tiba melepaskan pelukannya. Ani mengerutu alisnya binggung.
“ Dulu waktu masih kelas 5 teman-teman sering mengejekku dengan sebutan Yati pesek, hanya kamu yang tidak mengejekku, hanya kamu yang membahagiakan ini, kenapa sih ?
“ Kata ibu nama itu mempunyai arti bagi si jengkel denga ejekan teman-teman itu. Makanya aku tidak ikut mengejeknya. Karena aku membayangkan bagaimana seandainya kalau aku yang di ejek ? pasti aku akan merasa sedih sekali. Tapi kalau aku lihat kamu tidak pernah marah lagi kalau memanggilku Yati Pesek? Tanya Anis ingin tahu.
“ Iya, biar saja mereka juga akan bosan apa. Lama-lama mereka akan bosan sendiri. Kata Ibu semakin aku jengkel pasti mereka semakin mengejekku makanya aku sekarang diam saja? Anis mengacukan ibu jarinya.
“ Bagus, memang harus seperti itu “
“ Uangku hilang, tiba-tiba saja Ema yang baru saja masuk kelas dan duduk di bangkunya berteriak keras. Anis dan Ani pun tentu kaget.
Ada apa, Ema? Anis dan Ema segera berdiri dari bangku mereka dan menghampiri Ema yang masih mengaduk-gaduk isi tasnya dengan wajah pucat.
“ Uangku hilang …” ucapanya lemah, Anis dan Ani saling berpandangan, siapa uang mengambil? Dari tadi mereka berdua asyik di dalam kelas ini asyik bercerita, tidak memperhatikan anak-ank keluar masuk saat jam istirahat.
“ Coba kamu lihat lagi, siapa tahu kamu lupa menaruhnya,” Ani memberikan usul.
“ Iya Ni, Ani mengingatkan.
“ Tidak mungkin lupa ! aku menaruhnya di dalam dompet tapi sekarang dompetku kosong, tidak ada isinya sama sekali” Ema memperhatikan dompetnya.
“ Memangnya berapa uangmu yang hilang Ma?” tanya Ani mencari tahu.
Lima Puluh Ribu “.
“ Haa … banyak sekali!” Ani dan Anis bersamaan Melongo dan saling pandang maklum saja, Ema termasuk orang kaya jadi uang sakunya banyak.
“ Kalai begitu kita lapor wali kelas.”
Tiba-tiba bel istirahat habis berbunyi. Anak-anak lain mulai memasuku ruang kelas, dan mereka melihat Ema menanggis dengan kepala tertelungkup di meja. Dan sebentar kemudian, Ibu Eni yang kebetulan Wali Kelas mereka juga masuk kelas.
Ada apa nih?” tanya Ibu eni mencari tahu menghampiri kerumunan di meja Ema.
“ Uangnya Ema di dalam tas hilang, Bu”. Jawab Ani cepat.
“ Benat Ema? Ema mendoagakkan kepala kemudian menganguk.
“ Kalau begitu sekarang duduk di bangkunya masing-masing, Ani tolong kamu panggil Pak Parman, ya?” pinta bu Eni.
“ Siap bu!” Ani pun segera bergegas keluar kelas untuk memanggil Pak Parman. Guru Agama mereka, sepintas Ani melihat salah seorang temannya yang duduk di bangku yang paling depan paling gelisah. Sepertinya ia kebinggungan , apa itu yang di buangnya ya?” pikir hati.
Hari itu terpaksa tidak ada pelajaran Bahasa Indonesia karena Bu Eni dan Pak Parman melakukan pengeledahan pada seluruh anak-anak di kelas Ema. Tapi selama pengeledahan itu tidak ada hasilnya. Tidak ada ank yang terbukti mencuri uang di dalam dompet Ema yang berada di dalam tas sekolahnya.
Siang itu sepulang sekolah, Anis dan Ani sudah berjalan meninggalkan pintu gerbang sekolah, tiba-tiba Ani menarik tangan Anis.
Nis… sini aku bilangi?” ani berbisik di telinga Anis.  Anis terlihat serius sesaat kemudian ….
“ Haa …? Kamu lihat sendiri?”
“ Tidak sih, tapi rasanya ada yang ganjal. Seperti gugup dan takut ketahuan”. Jelas Ani tentang apa selanjutnya yang dilihatnya sebelum masuk kelas untuk memanggil Pak Parman.
“ Tapi tadi waktu pengeledahan tidak terbukti anak yang mencuri uang Ema. Terus apa selanjutnya yang dilakukan sekarang?” Anis bertanya, Ani terlihat berfikit.
“ Kita tidak mungkin menuduhnya langsung. Iya memang kalau benarm kalau tidak? Kita akan di anggap menfitnah.
“ Kalau memang yang dibuangnya keluar jendela memang uang yang diambilnya, pasti dia sekarang mencari kesempatan untuk mengambil lagi. Bagaimana kalau kita kembali ke kelas?” usul Anis. Ani menganggukkan kepalanya.
“ Ide bagus!” mereka pun bergegas memutar kembali ke kelas mereka. Langkah mereka terhenti saat melihat seseorang terlihat berjongkok di semak-semak di depan kelas mereka. Dengan langkah hati-hati Anis dan Ani mendekati seseorang itu, gadis sebaya mereka yang terlihat sedang mengambil sesuatu dari dalam semak-semak.
“ Kamu mencari apa? Dian? “ tegur Ani, gadis 11 tahun itu bernama Dian itu adalah teman sekelas mereka. Yang tadi dipergoki Ani melemparkan sesuatu keluar jendela saat Ani akan keluar kelas memanggil Pak Parman.
“ Oh….. Eh ….. Ini” Dian menyembunyikan tangannya dibelakang punggungnya.
“ Uang Ema yang tadi kamu buang ke semak-semak, ya?”  celetus Ani. Wajah Dian nampak pucat. Ani menghampiri Dian dengan lemah lembut tangan Dian yang masih brada di balik penanggungan. Tangannya mengenggam sesuatu, ternyata uang kertas lima puluh ribu di remas-meramas berada di pegangan tangan Dian.

No comments:

Post a Comment

Tutorial Pengelolaan Google Classroom