Wednesday, September 28, 2011

Love Story With My Best Friend

Oleh : Aris Eka Wijayantiningrum
''Aku, aku adalah pelajar SMP yang sekarang duduk di kelas 1X,” dan hari – hariku pun dipenuhi beberapa pengalaman yang berbeda – beda, baik susah, senang, aku pun menjalaninya dengan penuh kesabaran.
“Aku mempunyai keluarga yang slalu menyayangiku dan slalu mendukungku untuk menjadikan diriku menjadi orang yang sukses,” tetapi perjalananku menuntut ilmu tak segampang yang kubayangkan.
"Aku harus bekerja keras dan menentang perasaan malasku,” aku juga mempunyai teman – teman yang slalu ada untukku.
Dan ibuku pernah memberikan suatu saran kepadaku yang harus aku pegang selama aku menuntut ilmu.
"Nak. . . jangan sampai ada pertengkaran antar temanmu akibat menuntut ilmu, tuntutlah ilmu dengan perasaan yang jujur,”
“Iya bu,” itulah jawabku kepada ibuku.
Pagi ini sangat cerah, akupun mulai berangkat kesekolah, dengat niat didalam hati aku menuntut ilmu. Dan disekolah pun terjadi pertengkaran antar temanku.
“Aku pun juga tak tahu permasalahanya apa,” tetapi aku dan teman – temanku tak tahu harus berbuat apa. Dan kami belum saatnya menanyakan masalah itu.
“Bel pulang pun sudah berbunyi, saatnya kami pulang kerumah kami masing – masing,” tetapi hari itu tidak seperti hari biasanya, hari itu aku pulang dengan rasa penasaran kepada temanku Sella dan Sari, yang tadi mengalami pertengkaran disekolah.
“Aku dan keponakanku pun sudah sampai didepan rumah,” tetapi hatiku masih bertanya – tanya, tetapi aku juga harus memikirkan pelajaranku yang tadi disekolah tak aku hiraukan sama sekali.
Hari pun mulai malam, saatnya aku belajar, tetapi aku juga masih belum konsen sama pelajaranku.
“Aku kok merasa kasihan ya, sama mereka berdua,” kata batinku yang selalu memikirkan mereka.
“Kenapa kak, ngelamun saja?” tanya adik keponakanku.
“Tidak apa – apa dik, cuma kepikiran teman kakak saja,”
“Emangnya teman kakak kenapa?”
“Teman kakak bertengkar disekolah, kakak tidak tahu permasalahanya seperti apa.”
“Kalau menurut adik kakak harus bagaimana ya?” tanyaku kepada Okta adik keponakanku yang sedari tadi duduk bersamaku.
“Ah aku tak tahu kak, permasalahanya aja juga belum jelas.” Besok saja kakak tanyakan dulu kepada teman kakak itu.
Malam pun mulai larut, aku dan keponakanku pun mulai bergegas istirahat agar besok pagi pun bangun tak kesiangan. “
Aku merasa kasihan sama keponakanku,” tidur kemalaman akibat mendengarkan curhatanku.
“Alarmku sudah berbunyi, tanda waktu sudah pagi.”
“Aku bergegas menyiapkan semuanya sebelum berangkat kesekolah.”
“Aku tak sabar pergi kesekolah untuk menenangkan permasalahan temanku,” tetapi disisi lain aku harus menghiraukan pelajaranku yang harus berjalan seperti biasanya untuk menjadi bekal aku menggapai cita – citaku.
Tak lama kemudian persiapanku untuk berangkat kesekolah pun sudah selesai, kini saatnya tugasku untuk belajar telah tiba.
“Aku berangkat kesekolah sama Okta adik keponakanku.”
Beberapa menit kemudian, sampailah aku disekolah. Dan tibalah juga teman – temanku yang aku tunggu.
“Aku langsung tak sabar menanyakan permasalahan antar temanku (Sella + Sari).”
“Sell, sebenarnya kamu ada masalah apa sich sama Sari itu?” tanyaku kepada Sella yang dalam keadaan marah.
“Kata teman – temanku Sari mengucapkan kata – kata yang kasar untukku, yang seharusnya tak dia ucapkan,” jawab Sella kepadaku.
“Sudahlah Sell, persahabatan kami sedang diuji, kami selesain saja masalah ini bersama – sama, kita kan sahabat, susah, senang, bersama – sama. Ngapain mendengarkan omongan orang" sahutku sambil menenangkan emosi Sella.
Tak kusadari pembicaraanku dengan Sella sangat panjang, dan bel masuk sudah berbunyi, mulailah diri ini merasa menjadi orang yang bodoh dan belajar menjadi pintar.
“Aku hari ini cukup tenang untuk mengikuti pelajaran seperti biasanya, karena hati ini sudah tak dipenuhi berbagai masalah yang mengakibatkan retaknya persahabatan.”
“Aku pun juga sudah ngomong baik – baik ke Sella,’’ tinggal Sari yang sampai saat ini belum terfikirkan dibenakku.”
“Aku mengikuti pelajaran jam pertama ini cukup senang, karena berjalan seperti yang aku inginkan.”
Sebenarnya pelajaranku kemarin cukup terganggu akibat pertengkaran Sella dan Sari, tetapi tidak apa – apa la, meskipun aku sedikit tidak mengerti, tetapi nanti bisa aku tanyakan lain hari lagi.
Tidak terasa bel istirahat pun sudah berbunyi, aku dan Elia teman sebangkuku dan juga sahabat terbaikku bergegas menuju ke arah Sari untuk menanyakan permasalahan yang selanjutnya, agar masalah yang sekecil ini tak jadi masalah yang di besar – besarkan.
“Emangnya masalahnya gimana sich kamu sama Sella itu?” tanyaku kepada Sari yang sedari tadi ngelamun di mejanya,”
“Aku tidak tahu, kemarin Sella menghampiriku dan langsung marah – marah kepadaku,” jawab Sella kepadaku.
“Mungkin saja kalian cuma salah paham,” sahut Elia yang sedang menasehati Sari.
“Kalian saling minta maaf saja, siapa tahu masalahnya bisa cepat selesai.”
“Iya, aku coba minta maaf saja sama Sella, siapa tahu Sella bisa mengerti keadaan ini, dan bisa memaafkan diri yang tak berdaya ini,” Jawab Sari kepada kami.
Ting. . . ting. . . ting, bel masuk mulai terdengar oleh kuping ini, belajar, belajar dan belajar lagi.
Ternyata kami menunggu sangat lama untuk memulai pelajaran ini, guru satu pun tak ada yang menuju ke kelas kami, dan bisa disimpulkan bahwa kami lagi jam kosong, dan mungkin inilah yang dinanti – nanti oleh kami, sebagai pelajar yang tidak tahu diri. Orang tua menyekolahkan kami dengan banting tulang setiap hari tetapi kami mengabaikanya seperti ini.
Mulailah kelas kami bagaikan pasar yang pindah tempat, kelas kami memang tidak bisa di kendalikan oleh satu orang, apa lagi itu sahabat sendiri.
“Nah, lihatlah semua pada gosip sendiri – sendiri,” saat aku membuka pembicaraan dengan Elia teman sebangkuku.
“Iya, aku tidak bisa membayangkan jika ada guru yang masuk ke kelas kami dan melihat semua ini, seberapa kecewanya?” jawab Elia kepadaku.
Ya Allah, Elia temanku belum selesai berbicara, yang aku takutkan pun terjadi juga, dan seorang guru pun tiba – tiba datang ke kelas kami.
Dan mulailah teman – temanku lari menuju ke tempatnya masing – masing seperti biasa, guru pun pastinya curiga, kalau tidak merasa melakukan salah, mengapa harus lari – lari yang tidak ada gunanya, toh akhirnya di marahi juga. Memang kami yang salah, tetapi guru menasehati kami kan itu juga demi kebaikan kami juga.
“Bel pulang sudah berbunyi, semoga ilmu yang aku dapat hari ini menjadi bekal untukku nanti,”
“Aku sebelum pulang pastinya terlebih dahulu menunggu keponakanku,” dan langkahan kaki ini berharap sampai di rumah dengan selamat dan mendapatkan ilmu yang sangat bermanfaat.
“Aku di jalan sambil menceritakan ke ponakanku tentang permasalahan Sella dan Sari yang tadi sudah aku tanyakan di sekolah,”
“Tak terasa langkah kaki ini telah menuntun kami tiba di rumah,”
“Hari ini sangat panas ya kak?” tanya Okta kepadaku.
“Iya, tetapi moga – moga saja bukan hatiku yang panas, hehehehe.” Jawabku kepadanya.
“Ah kak bisa saja, emangnya hati kakak lagi di panggang ya?” kok panas.
“Wah enak donk, orang yang biasanya makan ayam panggang sekarang makan hati panggang, hehehehehe,” betul. . .betul. . .betul. . .!!!!! itulah saat Okta sedikit menghiburku yang terlalu pusing memikirkan masalah Sella dan Sari.
“Kak ngapain sich mikirin masalah Sella dan Sari, biyarin aja mereka selesaikan masalahnya sendiri, kan mereka sudah besar, pasti ngerti la apa yang terbaik buat dirinya sendiri?” tanya Okta kepadaku.
Sella dan Sari kan temanku, apa salahnya kakak membantu mereka, kan demi kebaikan juga. Jawabku kepada Okta yang dari tadi nanya mulu.
Tak lama kemudian Sari menelfonku, dan mengatakan semuanya kepadaku, bahwa Sella tak mau memaafkannya.
“Aku memberikan saran kepadanya, lebih baik minta maaf secara langsung saja, mungkin hatinya sedikit tersentuh melihat kamu minta maaf secara tulus kepadanya.”
“Aku sadar bahwa memang Sella mempunyai sifat yang sangat egois,” seandainya Sella yang salah, Sella pun tak mau minta maaf terlebih dahulu, istilahnya sich gengsi.
Beberapa hari kemudian Sari meminta maaf lagi kepada Sella, dan di ulangi untuk kedua kalinya Sella tak mau memaafkan Sari.
“Sella pun tidak mau putus asa,”
Tetapi jujur, aku dan teman – temanku saat itu merasa Sella yang kami kenal tidak seperti itu, kami pun perlahan – lahan mulai kecewa kepada Sella, tetapi tidak dapat kami pungkiri, kami tidak bisa memilih satu di antara mereka berdua, karena meskipun mereka ada masalah, tetapi di dalam hati yang paling dalam kami selalu bersama.
Hari demi haripun sudah berlalu, seminggu sudah kami tak pernah mengurus masalah itu, mungkin di benak hati mereke, mereka butuh waktu.
“Sakit hati, sakit hati mungkin kata yang tak asing lagi buat kami.”
“Mungkin lagi kami pernah merasakan rasanya sakit hati,” entah sama sahabat sendiri, orang yang kami cintai, dan yang mencintai kami, seperti Sella dan Sari.
“Aku, aku sendiri pun pernah mengalami rasanya sakit hati,” yang aku alami dengan sahabat sendiri dan orang yang aku cintai, bisa juga disebut Selli dan Ricki.
“Selli, Selli adalah saudara kembarnya Sella,” yang kedua – duanya pun menjadi sahabat aku juga.
“Aku pun tahu, aku tidak secantik dan sesempurna mereka, tapi apa salahnya aku hanya manusia biasa yang ingin di cintai seperti mereka.”
“Karena tidak ada yang tahu kapan aku menghadap yang kuasa,” dan sebelum aku mengalami semua itu, aku ingin merasakan kebahagiaan yang seutuhnya.
“Selli, Selli seseorang yang saat ini di cintai Ricki, orang yang sangat aku kagumi, dan pernah menjadi bagian dari hidupku ini,” istilahnya sich mantan, hehehehe.
“Aku pun menyadari semua ini, bahwa cinta tak harus memiliki,” tetapi aku hanyalah manusia biasa yang mempunyai batas kesabaran.
“Aku saat itu sedikit benci kepada Selli, yang selalu di cintai oleh pujaan hatiku,” dan lebih sakitnya aku, Selli slalu berurusan sama love storyku.
Tetapi aku mencoba mengerti keadaan ini, bahwa semua yang kami inginkan, tak selamanya kami dapatkan.
Mungkin Selli bisa membahagiakan Ricki, apa salahnya melihat orang yang kami cintai bahagia dengan pilihanya sendiri, meskipun itu bukan kami.
“Aku, aku sadar masih SMP yang tak sepantasnya memikirkan semua ini,”
“Aku lebih memilih sahabatku yang mungkin tidak ada putusnya, daripada orang yang aku cintai sebagai kekasih mungkin juga tak selamanya.”
KALA 2 – 3 bulan sudah berlalu, dan di saat inilah bulan puasa mulai terasa. Dan pastinya dengan membersikan diri menjadi orang yang lebih bermakna.
“Maaf – maafan kami lakukan agar suatu saat kami bisa menuju hari kemenangan,”
“Aku begitu tak menyadari bahwa sahabatku sendiri kini belum juga baikan, dan tidak pernah menyadari sebuah kesalahan.”
“Aku sangat merindukan saat kami sedih, senang, kami bersama – sama.”
Malam pun telah tiba, saatnya mata ini tertutup, dan besok berharap bisa terbuka kembali dan menjadikan diri ini lebih berarti, dari hari - hari yang telah pergi.
Mulailah mata ini terbuka, dan memulai hari yang baru. Pagi ini sangat cerah, dan tugasku belajar dan belajar telah tiba untuk pergi kesekolah.
Tak terasa sekolah tidak seperti biasanya, hari ini berada di sekoloah hanya sebentar, dan sekarang pun waktunya pulang.
“Besoknya pun aku di sekolah sangat terkejut,” aku melihat Sella dan Sari bercakap – cakap seperti biasa yang seperti tidak pernah ada masalah.
“ Hatiku mulai bertanya – tanya, tetapi juga merasa bahagia akibat sahabat yang telah lama berpisah kini telah kembali sudah.”
Memang mereka tidak seakrab dulu lagi, tetapi aku yakin mereka akan terbiasa saat – saat seperti ini, dan akan kembali menjalin persahabatan seperti dulu lagi.
“Aku pun langsung menanyakan kepada sahabat aku yang lain yaitu Via dan Novi,”
“Memangnya kapan Sella dan Sari baikan?” tanyaku kepada mereka.
“Kemarin pas waktu pulang sekolah, Sari meminta maaf lagi kepada Sella,” dan lebih baiknya lagi Sella mau memaafkan Sari. Jawab mereka kepadaku.
“Eembb, , , nyesel dech gak bisa menyaksikan momen saat mereka baikan,” tapi tidak apa – apa la, yang penting mereka udah kayak dulu lagi.
Kini, sahabatku sudah berkumpul kembali, Sella, Selli, Sari, Novi, Via, Elia, dan aku, kami menjadi sahabat yang tak pernah terlupakan, sahabat selamanya tidak akan pernah terpisah walau badai menerpa, tidak saling memfitnah, menghilangkan rasa egois dan akan berjalan bersama.
SAHABAT SELAMANYA
BIODATA PENULIS
Nama Lengkap : Aris Eka Wijayantiningrum
Tempat Tanggal Lahir : Mojokerto, 24 Mei 1997
Kelas : IX/B SMPN 2 Trawas
Alamat : Dsn. Sendang, Ds. Penanggungan, Kec. Trawas
Motto : Janganlah menyerah sebelum mencoba

No comments:

Post a Comment

Tutorial Pengelolaan Google Classroom