Karya : Kharimatul Fadilah
Suaranya kecil dan agak serak.
Itulah Dina, anak pertama dari tiga bersaudara itu semenjak kecil telah
ditinggal ibunya. Ibunya meninggal setelah melahirkan adiknya.
Umurnya sekarang 14 tahun, Dina
adalah sahabat terbaikku, ia anaknya sangat baik, tidak membedakan teman dan suka
membantu teman.
Badannya
yang kecil akan berkilat jika terkena cahaya matahari dan tak pernah merasa
badannya kecil. Dina sebagai kakak dari adik-adiknya harus merawat mereka,
karena ayahnya tidak memperdulikan mereka lagi. Setiap hari sepulang sekolah
Dina harus bekerja untuk mendapatkan uang agar bisa memberi makan kedua
adiknya. Aku sangat salut kepadanya, karena ia tak pernah mengeluh tentang
penderitaannya.
Dina
anaknya sangat pintar dan rajin. Walaupun ia banyak yang menyukai, tapi ada
juga teman yang tidak suka kepadanya.
Sampai suatu hari sepulang
sekolah, saat Dina dan aku tengah berjalan untuk pulang kerumah, tiba-tiba kami
dihadang oleh gengnya Nadia. Nadia itu anak yang suka mengganggu kami. Ia kesal
karena ia merasa tersaingi oleh Dina. Sebenarnya Dina tidak mau menyaingi Nadia
tapi Nadianya aja yang tidak mau kalau Dina lebih tinggi darinya.
Nadia
mendorong Dina sampai jatuh, akibatnya tangan dan kakinya mengalami luka-luka,
walaupun begitu Dina tak pernah dendam pada Nadia. Dalam hatiku berkata “ Ya
Allah beri Dina kesabaran dan kekuatan.” Setelah kami pulang dan aku ikut
pulang kerumahnya.
Sampai
dirumah Dina terdengar suara seorang anak menangis, ternyata itu suara tangisan
adiknya Dina. Aku menghampiri mereka.
“
Kenapa kamu menangis dik?” kataku
“
Aku lapar kak!” kata adik Dina
“
Emangnya kamu belum makan ya?” kataku
“
Belum kak.” kata adiknya Dina
Hatiku terasa teriris-iris
melihat mereka. Karena selama ini aku tidak mensyukuri nikmat yang diberikan
Allah kepadaku karena hidupku sudah berkecukupan, aku mengajak adiknya Dina
untuk kerumah dan mereka bisa makan dirumahku.
“
Dik, yuk kita kerumah kakak!” kataku
“
Nggak usah.” kata Dina
“
Nggak apa-apa, apa kamu tidak kasihan pada adik-adikmu?” kataku
Aku dan Dina menuju rumahku. Sesampai
dirumah aku dan adik-adiknya Dina makan bersama, rasanya senang bisa membantu
mereka. Setelah makan aku ikut Dina bekerja, aku ingin melihat dimana dan apa
pekerjaan Dina selama ini. Setelah cukup jauh kita berjalan Dina berhenti di
sebuah warung di pinggir jalan. Ternyata selama ini ia bekerja di warung
sebagai tukang cuci piring. Aku sedih dan ingin meneteskan air mata, atapi aku
tidak boleh kelihatan sedih. Dina diupah dua puluh ribu setiap hari, ia tak
pernah cerita kalau selama ini bekerja sebagai tukang cuci piring.
Sebagai seorang sahabat aku juga
prihatin dengan keadaan Dina.
Dina
pernah bercerita kepadaku kalau ia ingin mempunyai keluarga yang bahagia,
keluarga yang sangat sayang kepadanya.
Dina sangat suka belajar, baik
membaca dan menggambar, tapi proses belajar Dina harus terhambat dengan
aktivitasnya yang padat.
Pukul
23.00, tiba-tiba dirumahku ada orang mengetuk pintu, ternyata Dina. Ia kerumah
untuk meminta tolong karena adiknya sakit panas. Ia cemas dengan keadaan
adiknya. Ia ingin membawa adiknya k dokter, tapi ia tak punya uang, ia menangis
saat melihat keadaan adiknya yang sedang terbaring sakit. Melihat Dina aku juga
meneteskan air mata.
“
Sabar ya Din!” kataku
“
Terima kasih, kamu selalu ada disaat aku membutuhkanmu!” kata Dina
“
Ya sama-sama, itulah gunanya sahabat Din!” kataku.
Aku lari menuju kerumah untuk
meminjam uang kepada ayahku agar adiknya Dina bisa dibawa ke dokter. Setelah
Dina membawa adiknya kedokter, keadaan adiknya semakin membaik.
Walaupun keadaan adiknya Dina
semakin membaik tapi Dina tetap aja sedih. karena disaat adiknya sakit malah
ayah Dina tidak pulang.
Keesokan
harinya keadaan adiknya sudah membaik. Pada pukul 06.00 ayah Dina pulang. Dina
mencoba bicara ke ayahnya tapi ayahnya malah marah. Kesedihan Dina semakin
bertambah ketika mengetahui kalau ayahnya akan menikah lagi. Dina sebenarnya
tidak setuju kalau ayahnya menikah karena Dina tidak mau punya ibu tiri, tapi
Dina tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegah ayahnya itu.
Dua
minggu kemudian ayah Dina menikah. Dina mempunyai ibu tiri, tapi ibu tiri Dina
sangat jahat. Setiap hari Dina selalu dipukuli dan dicaci maki, tapi ia tetap
tegar menghadapi cobaan ini demi kedua adiknya.
Walaupun sudah punya ibu tiri
tapi penderitaannya Dina masih tetap, ia harus bekerja kalau tidak kedua
adiknya tidak bisa makan, karena ibu tirinya itu sangat pelit.
Saat
ia main di rumahku, ia melihat foto keluargaku yamh ada diruang tamu. Dina
tidak bisa menahan air matanya.
“
Seandainya saja ibuku masih hidup, pasti sekarang aku bahagia.” kata Dina
Mendengar Dina berkata seperti
itu aku sedih. Aku bersyukur keluargaku selalu menyayangiku.
Lalu terdengar suara orang
memanggil nama Dina.
“
Dina......Dina........” ternyata ibunya memanggilnya. Ia disuruh pulang, dalam
perjalanan pulang Dina dimarah-marahi tapi Dina tetap diam.
Suatu
hari ayah Dina mengalami kecelakaan. Ayahnya ditabrak sepeda motor dan langsung
dilarikan kerumah sakit. Untung luka yang dialami ayah Dina tidak terlalu
parah.
Saat
ayah Dina sakit malah ibu tiri dina meninggalkan rumah, Dina harus merawat
ayahnya yang sedang sakit. Setelah kejadian kecelakaan itu ayah Dina berubah.
Ayahnya tidak lagi mabuk-mabukan,
tidak lagi pulang malam.
Dengan
keadaan keluarga Dina yang makin membaik, ia tidak lagi bekerja karena ayahnya
sudah bekerja.
Jadi sekarang Dina sudah bisa
belajar dengan tenang tanpa ada beban lagi.
Aku senang karena keinginan Dina
untuk mempunyai keluarga yang bahagia, dan sekarang Nadia sudah tidak pernah
mengganggu Dina dan aku lagi.
BIODATA
NAMA : KHARIMATUL FADILAH
TTL : MOJOKERTO, 14 SEPTEMBER 1997
ALAMAT : DSN. PENANGGUNGAN, DS. PENANGGUNGAN
KEC. TRAWAS, KAB. MOJOKERTO
MOTTO : JANGAN MENYERAH, TETAP SEMANGAT
No comments:
Post a Comment