Oleh : Lailiyah Fadhilatul Kharimah
Keheningan malam, seolah mengingatkan akan kenangan di masa lalu yang
sangat menyakitkan bagiku, udara dingin di malam itu pun mewakili perasaan hati
juga batinku yang membeku, yang mungkin akan terasa sulit untuk dapat di
cairkan.
Aku hanyalah seorang gadis desa, namaku Lailiyah Fadhillah Kharimah,
biasa dipanggil Lely. Sekarang aku duduk di kelas IX-A di sebuah Sekolah
Menengah Pertama, aku teringat kisahku dulu, waktu aku masih duduk di Sekolah
Dasar, saat itu aku masih kelas 6 SD, aku pernah mempunyai seorang teman di
masa kecilku yang sangat setia menemaniku dan yang sangat mengerti semua yang
aku inginkan, dia bernama Leni kita bersahat sudah sangat lama, kurang lebih 7
tahun lamanya, Leni anak yang sangat baik, rajin dan pintar, namun sayang
meskipun pintar tapi dia tidak mau mengajari temannya yang tidak bisa,
alasannya karena dia takut temannya tersebut mendapat nilai lebih baik dari
dia, meskipun persahabatan kita terbilang cukup lama, namun bagiku itu adalah
waktu yang sangat singkat. Karena disaat aku sudah mengenal makna persahabatan
yang sesungguhnya, kita berdua sudah tidak bersama lasi.
Dulu, waktu kami masih di Sekolah Dasar kita sering bersama-sama, tapi
jalan persahabatan kita tidak selalu baik, kadang-kadang kita juga sering
bertengkar, tentunya dalam hal prestasi, kita selai berlomba-lomba untuk
mendapatkan nilai bagus di rapor dan bisa menjadi juara kelas.
Saat Ujian Nasional tiba, aku pun tak henti-hentinya belajar, tidak
menonton televisi dan memperbanyak berdo’a agar bisa lulus dengan nilai yang bagus,
begitu pula dengan ia tak mau kalah dengan aku.
Keesokan harinya, ketika Ujian Nasional di laksanakan di dalam kelas,
tiba-tiba dadaku berdetak kencang pada saat soal ujian mulai di bagikan,
setelah aku sudah menerima soal, tak lupa aku berdo’a sebelum mengerjakan,
seperti pesan ibu kepadaku sebelum aku berangkat tadi, ibu berkata :
“ Jangan lupa berdo’a sebelum belajar, agar kamu di beri kelancaran dalam
mengerjakan soal ujian “. Setelah selesai berdo’a, aku pun langsung mengejakan
soal tersebut agar tidak ketinggalan dengan Leni yang sudah menerima soal
terlebih dahulu, saat aku melihat jarum jam menunjukkan pukul 08.30 berarti
tinggal 30 menit lagi waktu mengerjakan soal akan selesai, dan ternyata benar.
“ Anak-anak waktu mengerjakan tinggal 30 menit lagi “. Kata pengawas yang
duduk di meja guru. Saat itu juga aku semakin panik ketika melihat lembar
jawabanku masih ada yang kosong, dan tradisi mencotek pun di mulai.
“ Sst ….. stt ….. Len ….. Leni ! “. Aku memanggil leni dengan suara pelan
yang saat itu duduk disebelahku.
“ Apaan sih …….!”, jawab Leni sedikit ketus
“ Aku nyontek no. 14 dong….?, kataku
“ Sory, aku juga nggak bisa !”. jawab Leni dengan nada agak marah,
seolah tidak ingin memberitahukan jawabannya kepadaku.
“ Gitu aja nyolot, bilang aja kalau gak boleh
nyontek, emang dia pikir aku gak tahu apa kalau dia sudah
selesai”.
Setelah waktu mengerjakan hanya tinggal 15 menit lagi, aku pun berusaha
mengerjakan soal-soal yang belum aku kerjakan dengan semampuku agar dapat
selesai tepat waktu, setelah semua soal aku kerjakanm, aku pun langsung
mengumpulkannya ke meja pengawas, meskipun waktu mengerjakan masih tinggal 5
menit lagi, aku merasa senang karena bisa mengalahkan Leni yang saat itu masih
panik mengerjakannya, namun aku tidak boleh merasa puas dulu karena aku masih
belum tahu hasilnya, mungkin saja Leni yang mendapat nilai bagus.
Satu minggu kemudian saat pengumuman kelulusan dan pemberitahuan nilai
hasil ujian, aku sangat cemas, takut nilaiku masih di bawah Leni, saat Bu Rina
membacakan hasilnya, dadaku semakin terasa bedebar-debar, namun ternyata
“ Alhamdulillah …………..”. sahutku, ketika mengetahui bahwa nilaiku bisa
melebihi nilai Leni. Aku merasa, pengorbananku selama ini tidak sia-sia, dan
akhirnya ketika buku rapor akhir semester di bagikan, aku mendapat peringkat
pertama karena nilaiku yang paling tinggi di antara teman-teman dan Leni
mendapatkan peringkat ke dua.
Keesokan harinya, saat aku duduk di depan kantin sekolah, tiba-tiba Leni
datang menghampiriku, ia berkata.
“ Hai Lel, selamat ya kamu menjadi juara kelas mengalahkan aku “.
“ Oh ya, terima kasih ………. “. Celetusku dengan nada agak bangga.
“ Aku mengaku, aku kalah Lel, dan aku juga minta maaf padamu atas sikapku
selama ini”. Kata Leni menyesali sikapnya.
“ Iya sama-sama ……..”, jawabku.
Dan sejak saat itu kami berdua sudah tidak bertengkar lagi, karena kita
sudah bisa menyadari kesalahan masing-masing, dan cara kita berebut prestasi
memang salah seharusnya kita bisa saling membantu antara saru sama lainnya.
Ketika liburan sekolah tiba, setiap hari kita sering bermain bersama.
Dulu, aku sering membohongi orang tuaku, aku selalu meminta izin untuk belajar
kelompok padahal sebenarnya, aku pergi bermain kerumah Leni, kita berdua sangar
senang bermain kasti, hampir setiap hari kita menhabiskan waktu bersama untuk
bermain kasti. Setelah liburan sekolah usai, kita pun di sibukkan
kegiatan-kegiatan kita masing-masing dan waktu untuk kita bersama. Semakin
berkurang, aku pun menjadi jarang bertemu Leni aku harus mendaftarkan diri
untuk masuk di Sekolah Menengah Pertama, tanpa kusadari sejak saat itu kita
sudah berpisah, aku menyesal karena saat itu aku belum bisa menjadi sahabat
yang baik untuknya.
Hari demi hari sudah ku lalui, saat aku ingat dulu aku sering bersamanya,
dia tempatku bersandar, dia yang hibur aku di saat aku sedih, suka dan duka
kita rasakan bersama, walaupun kita juga sering bertengkar, namun yang paling
mengingatkan aku dengan Leni adalah sepucuk puisi yang ia berikan kepadaku,
dalam puisinya itu, ia berjanji akan menjadi sahabt yang terbaik untukku dan ia
juga berjanji akan menemaniku selamanya. Namun ternyata ia menginkari janji
yang ia buat sendiri, tanpa terasa air mataku sudah membasahi kertas berisi
puisi dari Leni yang ku letakkan di dadaku, dan malam pun semakin larut, namun
mataku masih sulit ku pejamkan, karena bayangannya yang selalu ada di setiap
aku membuka mata, juga di setiap do’a dalam sujudku aku meminta kepada tuhan
agar mempertemukan aku dengannya meskipun hanya satu jam, namun jika tuhan tak
mau mempertemukan kita, aku berharap semoga tuhan masih berkenan menghadirkan
Leni dalam setiap mimpi di tidurku.
Rasa rindu semakin menyelimuti hati ini, seolah tak ingin pergi, kita
berpisah tanpa mengucapkan kata perpisahan dan memberikan salam manis untuk
yang terakhir kalinya, aku tak tahu apa yang menyebabkan Leni pergi
meninggalkanku, yang jelas kita sudah berpisah sekolah, dan sejak saat itu Leni
tak pernah memberikan kabr kepadaku, mengirim surat bahkan sebelum pergi dia pun
tak berpamitan kepadaku.
Aku tak menyangka liburan sekolah kali ini menjadi liburan terakhir aku
bersama Leni, dan kenang-kenangan saat kita bersama tak akan pernah mungkin ku
lupakan dalam hidupku, di tengah malam kelabu ini, aku merasa sangat kesepian,
sahabat yang telah lama bersamaku kini sudah pergi meninggalkanku, mungkin dia
adalah sahabt terbaikku yang terakhir karena di sekolahku saat ini sudah tak
ada anak seperti Leni yang mau mengertiku apa adanya.
Tiba-tiba terdengar suara seseorang mengetuk pintu, dan ternyata ibuku
datang menghampiriku,
“ Lely kenapa belum tidur ? ,, kamu kan besuk sekolah, ayo lekas tidur sudah
malam”. Kata ibuku.
“ Baik bu …… “ jawabku sambil mencoba memejamkan mata, setelah ibu pergi
dari kamarku aku segera bangkit dari ranjang untuk membersihkan buku-buku yang
berserakan di meja belajarku, setelah sudah terlihat bersih dan rapi, aku pun
mencoba memejamkan mata agar dapat tertidur meskipun sepi masih menyelimuti
hati dan batinku di malam yang kelabu ini.
BIODATA
Nama : Lailiyah Fadhilatul Kharimah
Alamat : Dsn. Penanggungan, Ds. Penanggungan
Kelas : IX/A
TTL : Mojokerto, 04 April 1997
Motto : Hargailah seseorang jika kamu ingin
dihargai
♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
No comments:
Post a Comment