Monday, December 03, 2012

DEMI TUNJANGAN PROFESI, GURU BEREBUT JAM MENGAJAR


Oleh Sri Winarni, S.Pd.
Guru Bahasa Indonesia SMPN 2 Trawas Mojokerto

 

Sejak digulirkan tahun 2006 yang lalu, sertifikasi guru sepertinya tidak pernah selesai diperbincangkan. Sertifikasi merupakan sebuah terobosan dalam dunia pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme seorang guru. Sehingga ke depan semua guru harus memiliki sertifikat profesi sebagai izin untuk mengajar. Program sertifikasi guru ini merupakan konsekuensi dari disahkannya produk hukum tentang pendidikan. Produk hukum yang dimaksud adalah UU RI. No. 20/2003 tentang Sisdiknas, UU RI. No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen, dan PP RI. No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Namun, dalam pelaksanaannya, sejak awal digulirkan hingga sekarag, program sertifikasi guru ini tidak pernah sepi dari permasalahan yang ujung-ujungnya membuka celah pada upaya-upaya yang kurang elegan. Misalnya, di tahun-tahun awal kemarin, guna melengkapi portopolio, “sebagian” guru rela memalsukan dokumen atau prestasi kerjanya, bahkan bila perlu membajak hasil kerja guru lain untuk melengkapi portopolionya. Berbagai kecuranganpun terjadi.

Dan, setelah berjalan kurang lebih enam tahun, hal lain yang saat ini juga menjadi masalah dari program sertifikasi guru adalah beban mengajar guru bersertifikat profesi yang harus memenuhi 24 jam mengajar tatap muka. Hal ini membuat guru yang biasanya malas mengajar, demi mendapatkan sertifikat profesi harus berebut jam guna memenuhi tuntutan 24 jam mengajar tatap muka. Bahkan SK Pembagian Tugas Mengajar pun harus direvisi sampai 3-4 kali karena ada beberapa guru yang tidak terima dengan pembagian jumlah jam mengajar. Sebab, bila kurang maka tunjangan sertifikasi tidak akan dapat dicairkan.

Inilah sisi lain dari program sertifikasi guru. Guru yang sudah bersertifikasi lebih diutamakan dalam pembagian jam mengajar, mereka berbahagia dengan dua kali gaji yang mereka terima. Guru yang belum bersertifikasi harus mengalah meski jam mengajar dikurangi atau bahkan tidak mendapatkan jam mengajar sesuai dengan mata pelajaran yang diampu. Apalagi guru honor harus siap-siap berhenti. Meski dari segi  kompetensi mengajar sebenarnya tidak lebih rendah dari guru bersertifikat pendidik. Saya menyebut mereka “korban” sertifikasi.

Bila dikembalikan pada tujuan awal, sertifikasi guru sesungguhnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas guru yang diharapkan dapat berkorelasi pada meningkatnya kualitas pendidikan di Indonesia. Untuk itu, sertifikasi guru hendaknya dipahami sebagai sebuah sarana untuk mencapai tujuan yaitu kualitas dan profesionalitas guru.

Para guru perlu menyadari bahwa tuntutan profesionalitas itu membutuhkan kerja keras, terutama dalam aktifitas mengajar, menggali informasi dari berbagai sumber, dan memodifikasi aneka strategi kreatif belajar mengajar. Guru juga harus terus belajar (bukan hanya mengajar) agar dapat meng-upgrade pengetahuannya sehingga dapat mengikuti dan menyiasati perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta peluang pemanfaatannya untuk menunjukkan proses belajar mengajar di kelas. Sehingga tujuan utama program sertifikasi yaitu meningkatkan keberhasilan pendidikan di Indonesia. Semoga. (Wien’s)

Wednesday, September 12, 2012

Lingkungan Sebagai Sumber Belajar

Oleh : Sri Winarni, S.Pd.

A.           Pengertian Lingkungan sebagai Sumber Belajar
          1.             Pengertian Lingkungan
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) lingkungan diartikan sebagai bulatan yang melingkungi (melingkari). Pengertian lainnya yaitu sekalian yang terlingkung di suatu daerah.  
Dalam literatur lain disebutkan bahwa lingkungan itu merupakan kesatuan ruang dengan semua benda dan keadaan makhluk hidup termasuk didalamnya manusia dan prilakunya serta makhluk hidup lainnya. Lingkungan itu terdiri dari unsur-unsur biotik (makhluk hidup), abiotic (benda mati), dan budaya manusia.
Lingkungan hidup adalah system yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk ruang dengan perilakunya yang menentukan perkehidupan serta kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lainnya. Manusia dalam lingkungan hidup memiliki peran yang utama dalam memelihara maupun mengubah lingkungan, bahkan manusia sendiri yang dapat merusak lingkungannya. (Gurniawan Kamil Pasya : 2010)
2.             Pengertian Sumber Belajar
Menurut Asspciation Education Comunication and Tehnology (AECT) (As’ari, 2007) sumber belajar yaitu berbagai atau semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan siswa dalam belajar, baik secara terpisah maupun terkombinasi sehingga mempermudah siswa dalam mencapai tujuan belajar.
Sumber belajar menurut Asspciation Education Comunication and Tehnology (AECT) (Suratno, 2012) meliputi semua sumber yang dapat digunakan oleh pelajar baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan untuk memberikan fasilitas belajar. Sumber itu meliputi pesan, orang, bahan, peralatan, tehnik dan tata tempat.
Sujana (Suratno, 2012), menuliskan bahwa pengertian sumber belajar bias diartikan secara sempit dan secara luas. Penegrtian secara sempit diarahkan pada bahan-bahan cetak. Sedangkan secara luas tidak lain adalah daya yang bias dimanfaatkan guna kepentingan proses belajar mengajar, baik secara langsung mapupun tidak langsung.
3.             Pengetian Lingkungan sebagai Sumber Belajar
Lingkungan yang ada di sekitar anak-anak kita merupakan salah satu sumber belajar yang dapat dioptimalkan untuk pencapaian proses hasil pendidikan yang berkualitas. Jumlah sumbe belajar yang tersedia di lingkungan ini tidaklah terbatas, sekalipun pada umumnya tidak dirancang secara sengaja untuk kepentingan pendidikan.
Sumber belajar lingkungan ini akan semakin memperkaya wawasan dan pengetahuan anak karena mereka belajar tidak terbatas oleh tempat dan dinding kelas. Selain itu kebenarannya juga akurat, sebab anak dapat mengalami secara langsung.
B.            Pembelajaran di Luar Kelas
Proses belajar mengajar di dalam kelas tidak selamanya efektif tanpa adanya alat peraga sebagai pengalaman pengganti yang dapat memperkuat pemahaman siswa siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan, tetapi minimnya alat peraga yang tersedia menyebabkan guru perlu menanamkan materi. Sedangkan di lingkungan sekitar cukup potensial dijadikan sebagai sumber beajar sebagai pengalaman langsung yang tidak begitu saja dilupakan oleh siswa, karena lingkungan tersebut ,udah untuk diketahui oleh siswa. Lingkungan sebagai sumber belajar dikemukakan oleh Semiawan dkk (1989 : 96) sebagai berikut :
Sebenarnya kita sering melupakan sumber belajar yang terdapat di lingkungan kita, baik di sekitar sekolah maupun di luar lingkungan sekolah, betapun kecil atau terpencil suatu sekolah sekurang-kurangnya memiliki empat jenis yang sangat kaya dan bermanfaat, yaitu :
Ø  Masyarakat desa atau kota di sekeliling sekolah
Ø  Lingkungan fisik di sekitar sekolah
Ø  Bahan sisa yang tidak terpakai dan barang bekas yang terbuang, yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, namun kalau kita olah dapat bermanfaat sebagai sumber dan alat bantu belajar mengajar
Ø   Peristiwa alam dan peristiwa yang terjadi di masyarakat cukup menarik perhatian siswa. Ada peristiwa yang mungkin tidak dapat dipastikan akan berulang kembali. Jangan lewatkan peristiwa itu tanpa ada catatan dalam buku atau pikiran siswa.
Cukup banyak tersedia sumber dan alat bantu belajar mengajar di luar dinding sekolah kita, bawalah sesuatu dari lingkungan ke dalam kelas. Bawalah siswa dari kelas ke lingkungan luar. Biarlah mereka asyik belajar dengan lingkungannya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan lingkungan sangat baik bagi penanaman materi pelajaran pada siswa. Hanya saja perlu ditekankan di sini bahwa media yang khusus disediakan yaitu yang berhubungan dengan lingkungan fisik yang berada di lingkungan sekitar mereka. Selanjutnya bahwa dalam proses belajar mengajar hubungannya dengan sumber belajar di luar kelas, Sulaiman  (1981 : 13 : 14) mengemukakan sebagai pengalaman nyata bukan pengalaman dengan kata-kata ataupun pengalaman pengganti, ia mengemukakan :
Tidak seperti pengalaman dengan kata-kata, pengalaman nyata sangat efektif untuk mendapatkan suatu pengertian, karena pengalaman nyata itu mengikut sertakan semua indera dan akal. Pengalaman nyata ini adalah cara yang wajar dan memuaskan dalam proses belajar. Kalau semua orang bisa mendapat pengalaman nyata dan mempunyai kecerdasan yang dapat menyerap pengertian yang menyeluruh dari segala segi tentang semua pengalaman itu, ia akan sanggup mengembangkan pengertian yang sebaik-baiknya tentang semua yang dialaminya itu.
Pengalaman langsung sangat bermanfaat sekali bagi pengajaran yang memerlukan pembuktian di lapangan, tetapi pengalaman langsung ini tidak semua sekolah dapat memanfaatkannya, karena tidak semua sekolah memiliki lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan untuk memperkuat materi pelajaran yang disampaikan sehingga sangat beruntung bagi sekolah yang memiliki lingkungan yang sesuai dengan materi pelajaran
Dengan demikian jelas bahwa pengajaran di luar kelas banyak keuntungannya dibandingkan dengan pengajaran hanya di dalam kelas saja, karena lingkungan yang ada di sekitar sekolah dan sekitar tempat tinggal siswa dapat dijadikan media pengajaran yang berguna. Apalagi untuk melakukan  pengajaran di luar kelas tersebut tanpa atau sedikit biaya yang diperlukan, sehingga tidak memberatkan siswa untuk melakukannya.
C.           Pemanfaatan Lingkungan Sekolah sebagai Sumber Belajar
Nilai-nilai kegunaan sumber belajar masyarakat adalah: (1) menghubungkan kurikulum dengan kegiatan-kegiatan masyarakat akan mengembangkan kesadaran dan kepekaan terhadap masalah sosial; (2) menggunakan minat-minat pribadi peserta didik akan menyebabkan belajar lebih bermakna baginya; (3) mempelajari kondisi-kondisi masyarakat merupakan latihan berpikir ilmiah (scientif methode); (4) mempelajari masyarakat akan memperkuat dan memperkaya kurikulum  melalui pelaksanaan praktis didalam situasi sesungguhnya; (5) peserta didik memperoleh pengalaman langsung yang kongkrit, realistis dan verbalisme. (Douglas dan Mill dalam Rusyan 2001 : 152).
Pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar mengarahkan anak pada peristiwa atau keadaan yang sebenarnya atau keadaan yang alami sehingga lebih nyata, lebih faktual dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.
Manfaat nyata yang dapat diperoleh dengan memanfaatkan lingkungan ini adalah : (1) menyediakan berbagai hal yang dapat dipelajari anak, (2) memungkinkan terjadinya proses belajar yang lebih bermakna (meaningful learning), (3) memungkinkan terjadinya proses pembentukan kepribadian anak, (4) kegiatan belajar akan lebih menarik bagi anak, dan (5) menumbuhkan aktivitas belajar anak (learning aktivities). (Badru Zaman, dkk. 2005) 
Manfaat lingkungan sebagai sumber belajar : 1) menghemat biaya, karena memanfaatkan benda-benda yang telah ada di lingkungan, 2) memberikan pengalaman yang riil kepada siswa, pelajaran menjadi lebih konkrit, tidak verbalistik. 3) karena benda-benda tersebut berasal dari lingkungan siswa, maka benda-benda tersebut akan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa. Hal ini juga sesuai dengan konsep pembelajaran kontektual (Contextual Learning). 4) pelajaran lebih aplikatif, materi belajar yang diperoleh siswa melalui lingkungan sebagai sumber belajar kemungkinan besar akan dapat diaplikasikan langsung karena siswa akan sering menemui benda-benda atau peristiwa serupa dalam kehidupan sehari-hari, 5) lingkungan sebagai sumber belajar memberikan pengalaman langsung kepada siswa, siswa dapat berinteraksi secara langsung dengan benda, lokasi atau peristiwa sesungguhnya secara alamiah. 6) lebih komunikatif, sebab benda dan peristiwa yang ada di lingkungan siswa biasanya mudah dicerna oleh siswa, dibandingkan dengan sumber belajar yang dikemas (didesain, contoh : buku) (Eko Hari Sutopo : 2009)


Tugas Bahasa Indonesia

Kelas                       : IX
Semester                  : Ganjil

Standar Kompetensi :
Menulis
8. Mengungkapkan kembali pikiran, perasaan, dan pengalaman dalam cerita pendek

Kompetensi Dasar :
8.2. Menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami

Tugas Individu :
Tulislah cerpen berdasarkan peristiwa yang pernah kamu alami dengan langkah :
1. Datalah peristiwa yang kamu alami
2. Pilihlah satu peristiwa yang berkonflik (4 macam konflik : batin, fisik, lingkungan, & moral)
3. Tentukan alur cerita
4. Kembangkan menjadi sebuah cerpen
5. Suntinglah cerpen itu
6. Kirimkan ke dalam blog ini melalui komentar.

Thursday, June 14, 2012

CARA MENDAPATKAN ISBN




Apa sih ISBN itu?

ISBN merupakan kependekan dari International Standard Book Number. ISBN berbentuk sederetan kode unik yang menunjuk ke sebuah buku (judul, edisi, penerbit). ISBN diperuntukkan bagi penerbitan buku. ISBN terdiri dari 13 digit nomor dengan urutan penulisan adalah 978-kode negara-kode penerbit-kode buku-no identifikasi.

Sedangkan ISBN sendiri dapat diminta dalam dua bentuk, yaitu nomor saja dan barcode. Biaya untuk mengurus ISBN jika hanya meminta nomor saja adalah Rp. 25.000,- sementara jika dengan barcode biayanya Rp. 60.000,- . Untuk kode barcode pun bisa membuatnya sendiri dengan memakai aplikasi corel draw.

Fungsi ISBN

Fungsi utamanya adalah sebagai pemberi identifikasi unik untuk buku-buku yang digunakan secara komersial, baik saat distribusi buku, penjualan serta pencatatan/ dokumentasi di perpustakaan, serta hal- hal lain yang membutuhkan identifikasi spesifik tentang buku tersebut.

Karena fungsinya untuk memberikan identitas yang unik, maka hal ini bisa bermanfaat untuk banyak hal. Misalnya dalam proses pendistribusian buku, proses penjualan buku di kasir, proses pengklasifikasian rak buku, dan sebagainya.

Intinya, fungsi ISBN ini berkaitan dengan hal-hal yang bersifat administratif, bukan perizinan. Dengan kata lain, ISBN merupakan sidik jari buku.

Bila sebuah buku sudah mendapat nomor ISBN, maka datanya akan tercatat di arsip nasional selama 50 tahun. Jadi, sebenarnya tidak ada aturan yang mensyaratkan setiap buku harus punya ISBN. Anda bebas untuk menerbitkan buku tanpa nomor ISBN. Terserah Anda! Tapi karena ISBN itu banyak manfaatnya, terlebih karena mengurusnya sangat gampang, ya tentu tak ada salahnya bila kita semua mengurus ISBN untuk buku-buku kita, bukan?


Bagaimana cara mendapatkan ISBN?

Mengurus ISBN sama sekali tidak rumit, sepanjang syarat- syaratnya sudah dilengkapi.

Untuk memperolehnya bisa menghubungi perwakilan lembaga ISBN di tiap negara yang telah ditunjuk oleh lembaga internasional ISBN. Perwakilan lembaga internasional ISBN di Indonesia adalah Perpustakaan Nasional yang beralamat di Jalan Salemba, Jakarta. Atau, Anda bisa berkunjung dahulu ke website Perpustakaan Nasional RI di www.pnri.go.id. Nomor ISBN dapat diperoleh dengan menghubungi Perpustakaan Nasional dengan cara datang langsung atau apabila kamu berada di luar Jakarta dan malas mengurus ke Salemba Raya, maka kamu bisa mengirimkan berkas melalui faksimile. Ketentuannya sebagai berikut .
A. Bagi Anggota Baru

1. Mengisi formulir surat pernyataan disertai dengan stempel penerbit,
2. Membuat surat permohonan atas nama penerbit (berstempel) dari buku yang diterbitkan,
3. Mengirim berkas-berkas lengkap dengan melampirkan:
     a. Fotocopy halaman judul buku
     b. Fotocopy balik halaman judul (dapat diketahui dengan jelas pengarang dan penerbit  yang bersangkutan)
     c. Fotocopy daftar isi
     d. Fotocopy pendahuluan dan/ atau kata pengantar
Tentu saja, Anda harus sudah punya nama penerbit. Perorangan pun bisa. Yang penting ada nama penerbitnya. Bila buku yang Anda ajukan adalah buku terbitan pertama dari penerbit, maka Anda biasanya diminta untuk mengisi formulir keanggotaan ISBN. Ini adalah formulir biasa, dan tidak ada charge biaya apapun.

B. Bagi Anggota Lama
Hanya butir 2 dan 3 saja yang perlu dikirimkan kepada Tim ISBN.

Surat permohonan serta surat pernyataan dikirim ke :
Tim ISBN/KDT Perpustakaan Nasional RI.
Jl. Salemba Raya No. 28A Jakarta
Telp. (021) 92920979, 68293700
Fax. (021) 3927919, 70902017
Email: isbn@pnri.go.id
Perpustakaan Nasional hanya diberi wewenang untuk menerbitkan nomor ISBN. Sedangkan wewenang untuk menerbitkan nomor ISSN (untuk majalah dan terbitan serial lainnya) diberikan kepada PDII-LIPI. Untuk informasi lebih lengkap silahkan hubungi:
ISSN National Centre for Indonesia
PDII-LIPI
Jl. Jendral Gatot Subroto 10 Jakarta 12710
Telp. 021-5733465, 5250719
Faks. 021-5733467

Jika buku sudah dicetak kirimkan dua eksemplar buku kepada Tim ISBN/KDT Perpustakaan Nasional RI agar dapat dipantau pemakaian ISBN/KDT.

Formulir yang harus diisi yaitu :


SURAT PERNYATAAN
Dengan surat pernyataan ini kami  :
Penerbit                                               :
Alamat                                                 :
Telp/Fax                                             :
E-Mail                                                  :
Nama Penanggung Jawab                :
Rata-rata terbitan tiap tahun          :  ………. Judul
Menyatakan bersedia ikut mengambil bagian dalam system ISBN dan KDT (Katalog Dalam Terbitan).  Demikian agar badan yang bertanggung jawab menangani masalah ini menjadi maklum.
Surat pernyataan ini kami sampaikan kepada Tim ISBN/KDT PERPUSTAKAAN NASIONAL RI.  Jl. Salemba raya No. 28 A, Kotak Pos 3624 Jakarta 10002, sebagai tindak lanjut dari pertemuan ilmiah ISBN.
….., …………… 2011
Pimpinan penerbit


(………………………)
Berapa lama prosesnya pengurusan ISBN?
Pengurusan ISBN dilakukan di lantai 2 Perpustakaan Nasional. Tepat di depan pintu lantai dua terletak kantor pengurusan ISBN. Ruangan itu hanya sekitar 4 x 5 meter dan penuh dengan komputer.

Mengenai lama proses pengurusan ISBN, biasanya Perpustakaan Nasional akan mengirimkan nomor ISBN untuk buku kita dalam rentang waktu 2 jam sampai sehari. Apabila tidak ada antrian, proses pengurusan ISBN (sejak Anda datang hingga nomor ISBN sudah ada di tangan Anda) hanya sekitar 10-15 menit. Sangat gampang dan cepat, petugas tidak akan mempersulit Anda. Karena petugas Perpustakaan Nasional ramah, sopan, dan senang menjawab pertanyaan yang diajukan.

Thursday, June 07, 2012

LANGKAH-LANGKAH MENETAPKAN KKM


Ditulis oleh Sri Winarni, S.Pd.
Guru Bahasa dan Sastra Indonesia SMPN 2 Trawas


Berdasarkan surat Dirjendikdasmen No. 1321/c4/MN/2004 tentang Pengkajian Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) atau Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) Kurikulum 2004 dan sesuai dengan pelaksanaan Standar isi, yang menyangkut masalah Standar Kompetensi (SK) dan sesuai dengan petunjuk dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) tahun 2006, maka dipandang perlu setiap sekolah untuk menetukan Standar Ketuntasan Minimal (SKM)nya masing-masing sesuai dengan keadaan sekolah dimana sekolah itu berada. Artinya antara sekolah A dengan sekolah B bisa berbeda KKM-nya.
Dalamn penetapan KKM ini masih ada beberapa sekolah atau guru bidang studi yang belum memahaminya. Akibatnya beberapa diantara guru mengalami kesulitan untuk menentukan KKM pada Laporan Hasil Belajar Siswa (LHBS) atau dulu kita kenal dengan Rapor.
Sesuai dengan petunjuk yang ditetapkan oleh BSNP maka ada beberapa rambu-rambu yang harus diamati sebelum ditetapkan KKM di sekolah. Adapun rambu-rambu yang dimaksud adalah :
1.      KKM ditetapkan pada awal tahun pelajaran
2.      KKM ditetapkan oleh forum MGMP Sekolah
3.      KKM dinyatakan dalam bentuk prosentase berkisar antara 0-100, atau rentang nilai yang sudah ditetapkan
4.      Kriteria ditetapkan untuk masing-masing indicator idealnya berkisar antara 75%
5.      Sekolah dapat menetapkan KKM di bawah criteria ideal (sesuai dengan kondisi sekolah)
6.      Dalam menentukan KKM haruslah dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik, kompleksitas indicator, serta kemampuan sumber daya pendukung
7.      KKM dapat dicantumkan dalam LHBS sesuai model yang ditetapkan atau dipilih sekolah.
Dari berbagai rambu-rambu yang ada itu, selanjutnya melalui kegiatan Musyawarah Guru Bidang Studi (MGMP) maka akan dapat diperoleh beberapa KKM dari masing-masing bidang studi.
Ada beberapa kriteria penetapan KKM yang dapat dilaksanakan, diantaranya :
1.      Kompleksitas indikator (kesulitan dan kerumitan)
2.      Daya dukung (sarana dan prasarana yang ada, kemampuan guru, linhkungan, dan juga masalah biaya)
3.      Intake siswa (masukan kemampuan siswa)
Kemudian dalam menafsirkan KKM dapat pula dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya :
A.    Dengan cara memberikan point pada setiap kriteria yang ditetapkan (dalam bentuk %)
a)            Kompleksitas : (tingkat kesulitan/kerumitan)
Ø   Kompleksitas tinggi, pointnya = 1
Ø   Kompleksitas sedang, pointnya = 2
Ø   Kompleksitas rendah, ponitnya = 3
b)            Daya dukung : (sarana/prasarana, kemampuan guru, lingkungan dan biaya)
Ø   Daya dukung tinggi, ponitnya = 3
Ø   Daya dukung sedang, pointnya = 2
Ø   Daya dukung rendah, pointnya = 1
c)            Intake siswa : (masukan kemampuan siswa)
Ø   Intake siswa tinggi, pointnya = 3
Ø   Intake siswa sedang, pointnya = 2
Ø   Intake siswa rendah, pointnya = 1
Contoh :
Jika indicator memiliki criteria berikut :
Ø   Kompleksitas rendah, pointnya = 3
Ø   Daya dukung tinggi, pointnya = 3
Ø   Intake siswa sedang, = 2
Maka KKM-nya adalah ( 3 + 3 + 2 ) x 100 = 88,89%
B.     Dengan menggunakan rentang nilai pada setiap kriteria, yakni
a)            Kompleksitas : (tingkat kesulitan/kerumitan)
Ø   Kompleksitas tinggi, rentang nilainya = 50-64
Ø   Kompleksitas sedang, rentang nilainya = 65-80
Ø   Kompleksitas rendah, rentang nilainya = 81-100
b)            Daya dukung : (sarana/prasarana, kemampuan guru, lingkungan dan biaya)
Ø   Daya dukung tinggi, rentang nilainya = 81-100
Ø   Daya dukung sedang, rentang nilainya = 65-80
Ø   Daya dukung rendah, rentang nilainya = 50-64
c)            Intake siswa : (masukan kemampuan siswa)
Ø   Intake siswa tinggi, rentang nilainya = 81-100
Ø   Intake siswa sedang, rentang nilainya = 65-80
Ø   Intake siswa rendah, rentang nilainya = 50-64

Jika indikator memiliki kriteria berikut : Kompleksitas sedang, Daya dukung tinggi, Intake siswa sedang, maka KKM-nya adalah rata-rata setiap unsure dari criteria yang telah kita tentukan. Dalam menentukan rentang nilai dan menentukan nilai dari setiap criteria perlu kesepakatan dalam forum MGMP sekolah.
Contoh :
Ø   Kompleksitas sedang, rentang nilainya = 75
Ø   Daya dukung tinggi, rentang nilainya = 90
Ø   Intake siswa sedang, rentang nilainya = 70
Maka KKM-nya adalah ( 75 + 90 + 70 ) : 3 = 78,3
C.     Dengan cara memberikan pertimbangan professional judgment pada setiap criteria untuk menetapkan nilai :
a)            Kompleksitas : (tingkat kesulitan/kerumitan)
Ø   Kompleksitas tinggi
Ø   Kompleksitas sedang
Ø   Kompleksitas rendah
b)            Daya dukung : (sarana/prasarana, kemampuan guru, lingkungan dan biaya)
Ø   Daya dukung tinggi
Ø   Daya dukung sedang
Ø   Daya dukung rendah
c)            Intake siswa : (masukan kemampuan siswa)
Ø   Intake siswa tinggi
Ø   Intake siswa sedang
Ø   Intake siswa rendah
Contoh :
Jika indicator memiliki criteria sebagai berikut :
Ø   Kompleksitas rendah, Daya dukung tinggi, dan Intake siswa sedang
Maka dapat dikatakan bahwa dari ketiga komponen di atas hanya satu komponen saja yang mempengaruhi untuk mencapai ketuntasan maksimal 100 yaitu Intake (sedang). Jadi dalam hal ini guru dapat menetapkan criteria ketuntasan antara 90-80.
(Pedoman Penetapan KKM dari BSNP, 2006)
Dalam menafsirkan KKM sebelumnya kita harus mengetahui bagaimana tingkatan-tingkatan dari komponen seperti kompleksitas, daya dukung, dan intake. Hal ini dimaksudkan agar guru bidang studi melalui MGMP atau pihak sekolah jangan sampai salah dalam menetapkan KKM, karena bila salah dalam menetapkan KKM akan sangat merugikan pada siswa.
Karena itu sesuai dengan peraturan apabila sampai mata pelajaran yang diperoleh anak berada di bawah KKM (tidak tuntas), maka anak tersebut tidak memenuhi syarat untuk naik kelas, bila sampai minimal tiga (3) mata pelajaran yang tidak tuntas. Artinya kompetensi dasar yang diharapkan pada siswa tersebut tidak tercapai.
Untuk komponen kompleksitas misalnya, kapan kompleksitas (kesulitan / kerumitan) itu dikatakan Tingkat Kompleksitas Tinggi ? Yaitu bila dalam pelaksanaannya menuntut :
a)      Sumber Daya Manusia (SDM) memahami kompetensi yang harus dicapai oleh siswa, kreatif dan inofatif dalam melaksanakan pembelajaran.
b)      Waktu, diantaranya waktunya cukup lama karena perlu pengulangan, penalaran, dan kecermatan siswa yang tinggi.
Sedangkan Kemampuan Sumber Daya Pendukung yaitu ;
a)      Tenaga Pengajar yang memadai (sesuai dengan latar belakang keahliannya)
b)      Sarana dan Prasarana pendukung dalam bidang pendidikan
c)      Biaya manajemen
d)     Komite Sekolah dan stakeholders sekolah.
Terakhir, Intake (Tingkat Kemampuan Rata-Rata Siswa), untuk memperoleh gambaran intake ini kita bisa melihat dari berbagai cara, diantaranya  dari;
a)      Hasil Seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru
b)      Hasil rapor kelas terakhir dari tahun sebelumnya
c)      Hasil tes seleksi masuk atau psikotes
d)     Hasil ujian nasional pada jenjang sebelumnya
Setelah KKM diperoleh maka selanjutnya KKM itu dimasukkan pada LHBS. Dari KKM inilah kita nantinya akan dapat mengetahui apakah siswa tuntas atau tidak tuntas dalam pencapaian Kompetensi Dasar serta Indikator yang diharapkan. Kalau nilai yang diperoleh siswa berada di bawah KKM maka diartikan bahwa siswa tersebut belum tuntas, dan begitu juga sebaliknya bila nilai siswa berada di atas KKM maka siswa tersebut dinyatakan tuntas dalam pencapaian kompetensi dasar serta indicator-indikator yang dilaksanakan oleh guru.
Untuk itu, sebelum melaksanakan penilaian maka terlebih dahulu harus ditetapkan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) terlebih dahulu.

Tutorial Pengelolaan Google Classroom